Senin, 24 Oktober 2016

E KTP, Siapkah Kita

Data Kependudukan merupakan salah satu modal utama dalam perencanaan pembangunan suatu wilayah. Tersedianya data kependudukan yang lengkap dan akurat dapat mendukung perencanaan yang lebih efektif dan tepat sasaran.
Sumber data Kependudukan Secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu sensus, survei, dan registrasi vital. Data sensus dan survei merupakan data kependudukan yang diperoleh melalui metode pengumpulan data. Metode ini penyelenggara pemerintah melakukan pencatatan dengan cara mendatangi penduduk. Sedangkan pada registrasi vital penduduk yang lebih aktif mendatangi penyelenggara pemerintahan untuk melaporkan peristiwa kependudukannya. Ketiga metode ini memiliki kelebihan dan keterbatasan masing-masing.
 “National Identity Card (ID Card)” adalah salah satu alat yang digunakan mayoritas negara di dunia pada metode registrasi vital. Di indonesia penerapan ID Card tersebut diadopsi dengan istilah Kartu Tanda penduduk (KTP). Kemajuan teknologi informasi mendorong negara–negara di dunia mengembangkan sistem ID Card berbasis teknologi Informasi tidak terkecuali Indonesia.
KTP Elektronik (e-KTP) yang resmi diluncurkan pada februari 2011 adalah dokumen kependudukan yang memuat sistem keamanan/ pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan berbasis pada database kependudukan nasional. Pada penerapannya setiap penduduk yang telah melakukan registrasi akan diberikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) tunggal (unik) dan berlaku seumur hidup. Menurut UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Pasal 13, Nomor NIK tersebut akan dijadikan dasar dalam penerbitan Paspor, Surat Izin Mengemudi (SIM), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Polis Asuransi, Sertifikat atas Hak Tanah, dan penerbitan dokumen identitas lainnya. Permasalahannya, sudah siapkah Indonesia menerapkan sistem ini?
Penerapan e-KTP dari sisi pendataan ternyata cukup efektif dalam mememinimalisir KTP palsu dan duplikat (ganda). Evaluasi Kementrian Dalam Negeri terhadap hasil perekaman awal e-KTP ditemukan sekitar 480.000 identitas KTP ganda. Hal ini dicapai karena adanya dukungan pengamanan biometrik (retina mata/iris dan sidik jari) pada sistem e-KTP. Namun, yang masih menjadi permasalahan adalah realisasi perekaman data masih jauh dari target. Geografis Indonesia yang sangat luas dengan hamparan kepulauan menjadi salah satu kendala tersendiri. Hingga kurang lebih lima tahun pelaksanaannya masih banyak wilayah yang realisasi perekaman e-KTPnya masih berkisar 40-80 persen. Permasalahan yang terjadi antara lain keterbatasan jumlah infrastruktur dan peralatan perekaman, kualitas sumber daya petugas, kekurangan blangko, hingga aksesibilitas dan kesadaran masyarakat menuju lokasi perekaman e-KTP.
Ditinjau dari sisi pemanfaatan, E-KTP sudah bersifat elektronik karena didalamnya ditanamkan chip (pembaca kartu). Chip ini berfungsi memudahkan dalam pemanfaatan informasi kependudukan oleh stakeholder terkait. Namun hingga lima tahun lebih sejak diluncurkan, sifat elektronik dari e-KTP belum dimanfaatkan secara optimal. Seharusnya, dalam pengurusan administrasi kependudukan guna penerbitan Paspor, SIM, NPWP, sertifikat, kegiatan perbankan, dan lainnya sudah bersifat elektronik pula. Petugas tidak perlu lagi meminta fotokopi e-KTP sebagai dokumen pendukung karena sudah dapat membaca informasi dari chip yang tertanam. Sifat elektronik ini bila masih dimanfaatkan secara manual membuat sistem yang dibangun dengan biaya besar ini menjadi mubazir. Kurang optimalnya pemanfaatan e-KTP terjadi karena kurangnya persiapan, infrastruktur, dan sosialisasi mengenai alat pembaca e-KTP kepada Stakeholder terkait.
Kesimpulannya penerapan e-KTP memiliki banyak manfaat dalam efektifitas dan efisiensi pengelolaan data administrasi kependudukan. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya masih banyak hal yang belum dipersiapkan secara matang yang menyebabkan kurang optimalnya hasil yang diperoleh. Pelaksanaan proyek e-KTP seharusnya berjalan beriringan antara proses perekaman di masyarakat dan pemanfaatan e-KTP oleh stakeholder baik dari sisi infrastruktur maupun sosialisasi. Siap atau tidak transformasi harus segera dimulai, tinggal bagaimana pemerintah dapat mengoptimalkan manfaat dari anggaran besar yang sudah dikeluarkan dalam mega proyek ini demi kemajuan pengelolaan data kependudukan dimasa mendatang.

Jakarta, 4 September 2016

Tidak ada komentar: