KETENAGAKERJAAN
INDONESIA
KONSEP, FENOMENA DAN KESIAPAN KETENAGAKERJAAN
INDONESIA MENGHADAPI BONUS DEMOGRAFI DAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN
2.
Bukan Angkatan Kerja (not in labor force)
I.
PENDAHULUAN
Pembangunan
adalah suatu hal yang dapat meningkatkan kualitas kehidupan dan kesejahteraan
suatu negara, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di negara tersebut.
Pembangunan dilakukan dalam berbagai sektor kehidupan dan melibatkan kegiatan
produksi. Sedangkan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan
pendapatan perkapita penduduk meningkat dalam jangka panjang (Sadono Sukirno,
2003). Peranan sumber daya manusia yang meliputi jumlah dan kualitas sangat
mutlak dibutuhkan dalam pembangunan.
Indonesia
sebagai negara berkembang sampai saat ini masih belum bisa dipisahkan dari
berbagai masalah pembangunan nasional terutama masalah sosial ekonomi serta
masalah lapangan pekerjaan terutama pengangguran. Adanya pengangguran sebagai
akibat dari adanya kesenjangan antara jumlah penduduk usia kerja yang masuk
dalam angkatan kerja dengan ketersediaan kesempatan kerja. Tingkat pengangguran
terbuka yang tinggi dapat menjadi pemicu terjadinya kemiskinan dan kerawanan
sosial.
Keberhasilan
pembangunan biasanya diidentikkan dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hal
ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah seharusnya diikuti dengan
penciptaan lapangan kerja baru. Dengan adanya penciptaan lapangan kerja baru,
permintaan tenaga kerja di pasar kerja akan meningkat secara otomatis sehingga
angkatan kerja yang ada dapat diserap di dalam pasar kerja. Penyerapan angkatan
kerja ini sangat berhubungan erat dengan fenomena pengangguran. Pengangguran
dari sisi ekonomi merupakan produk dari ketidakmampuan pasar kerja dalam
menyerap angkatan kerja yang tersedia.
Pengangguran
selalu menjadi salah satu dari masalah yang harus dihadapi dalam setiap
perencanaan pembangunan. Ketika kondisi sektor riil masih lesu dan investasi
yang masuk belum terlalu menggembirakan, bahkan sebagian industri yang sudah
ada di tanah air dilaporkan telah keluar, maka salah satu ancaman serius yang
dihadapi pemerintah adalah kemungkinan timbulnya ledakan penganggur terdidik
(Bagong Suyanto, 2014).
Salah
satu isu hangat yang memiliki keterkaitan erat dengan masalah ketenagakerjaan
adalah bonus demografi. Bonus demografi terjadi karena penurunan kelahiran yang
dalam jangka panjang menurunkan proporsi penduduk muda sehingga investasi untuk
pemenuhan kebutuhannya berkurang dan sumber daya dapat dialihkan kegunaannya
untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan keluarga (John
Ross, 2004). Suplai tenaga kerja yang besar meningkatkan pendapatan per
kapita apabila mendapat kesempatan kerja yang produktif, akan tetapi apabila
tidak dipersiapkan dengan baik justru akan menjadi demographic disaster.
Selain
bonus demografi isu lain yang menjadi tantangan ketenagakerjaan di Indonesia adalah
dideklarasikannya kerjasama ekonomi ASEAN yang diimplementasikan dalam program Masyarakat
Ekonomi Asean (MEA). Dengan diberlakukannya MEA tahun 2015 akan memberikan
dampak positif dan negatif di bidang ketenagakerjaan. Dampak positif MEA yaitu
memacu pertumbuhan investasi baik dari luar maupun dalam negeri sehingga akan
membuka lapangan pekerjaan baru. Sedangkan dampak negatifnya yaitu dengan
adanya pasar barang dan jasa secara
bebas, mengakibatkan tenaga kerja asing mudah masuk dan bekerja di Indonesia
sehingga mengakibatkan persaingan tenaga kerja yang semakin ketat.
II.
PEMBAHASAN
II. A.
Konsep
Dasar Ketenagakerjaan
Pendekatan teori ketenagakerjaan yang
banyak digunakan di indonesia untuk data ketenagakerjaan yang dikumpulkan oleh
Badan Pusat Statistik (BPS) sejak tahun 1984 menggunakan Konsep Dasar Angkatan
Kerja (Standard Labour Force Concept).
Konsep ini tertuang dalam International
Conference of Labour Statistician (ICLS) ke-13 tahun 1982. Kegiatan BPS
yang menghasilkan data untuk penghitungan indikator ketenagakerjaan adalah
Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS). Selain SAKERNAS sumber data ketenagakerjaan juga dapat diperoleh dari
hasil Sensus Penduduk (SP), Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS), dan Survei
Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS).
Secara umum pengukuran ketenagakerjaan
dapat didekati dengan dua cara yaitu:
Gainful
worker approach (GWA), adalah pendekatan berdasarkan
kegiatan yang biasa dilakukan. Misalkan bila seseorang dalam kurun waktu
tertentu “biasanya mengurus rumah tangga (ibu rumah tangga)”, tetapi pada saat
pencacahan sedang mencari pekerjaan, maka dalam konsep GWA ini akan dicatat ke
dalam kategori ibu rumah tangga. Konsep ini cenderung menghasilkan angka
pengangguran terbuka (sedang mencari pekerjaan) relatif kecil.
Labour
force approach (LFA), adalah pendekatan berdasarkan kegiatan
dalam kurun waktu tertentu (seminggu yang lalu). Dalam pendekatan ini seluruh
penduduk dalam kelompok umur tertentu dan dalam kurun waktu tertentu
dikelompokkan menjadi 2 kelompok yakni mereka yang termasuk kedalam angkatan
kerja (labour force) dan bukan
angkatan kerja.
LFA paling banyak digunakan oleh
negara-negara di dunia termasuk Indonesia dalam pengumpulan data
ketenagakerjaan. BPS sebagai salah satu lembaga resmi pemerintah yang mendapat
tugas mengumpulkan data ketenagakerjaan mememakai referensi waktu kegiatan
seminggu yang lalu sebelum pencacahan. Dikatakan bekerja bila seseorang dalam
seminggu yang lalu bekerja paling sedikit 1 jam secara terus menerus dengan
maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan (nafkah).
Dengan demikian, mereka yang bekerja
sekedarnya saja atau turut membantu orang tua dalam bekerja jika memenuhi
syarat tersebut sudah dianggap bekerja (employed).
Sedangkan yang dikategorikan pengangguran (unemployed)
adalah mereka yang tidak bekerja sama sekali dan yang sedang mencari pekerjaan.
Pengertian ini adalah pengertian pengangguran terbuka (open unemployement).
Untuk mengatasi kelemahan dari LFA di
atas, diadakan pendekatan baru oleh para ahli demografi (diantaranya Prof.
Philip M. Hauser) yang disebut Labour
Utilization Approach (LUA). LUA merupakan penyempurnaan dan penyesuaian
konsep LFA untuk negara-negara agraris. Penyempurnaan yang dilakukan hanya pada
kelompok angkatan kerjanya. Mereka yang bekerja dibagi menjadi 2 yaitu: fully employed (fully utilized) dan under
employed (under untilized).
Kelompok yang termasuk under utilized
kemudian dibagi lagi menjadi 3 yaitu: under
utilized by hour, under utilized by income, dan under utilized by mismatch. Sedangkan kelompok angkatan kerja yang
tidak bekerja dan sedang mencari pekerjaan yang biasanya disebut penganggur
dalam konsep LUA disebut “fully unemployed” atau “fully unutilized”.
Berikut akan disajikan beberapa konsep yang
sering digunakan dalam pengukuran ketenagakerjaan, namun sebelum itu dapat dilihat
dua diagram konsep tenaga kerja.
Gambar 1. Diagram Konsep Tenaga Kerja
Gambar 2. Diagram Labor Utilization Aproach
1.
Angkatan
Kerja (labor force)
Angkatan kerja adalah penduduk usia
kerja (15 tahun keatas) yang bekerja, atau punya pekerjaan sementara tidak
bekerja, dan pengangguran. Indikator ini berguna untuk mengetahui jumlah
penduduk yang berpotensi untuk bekerja. Rumus matematis angkatan kerja menurut
Bellante dan Jackson (1983:404) yaitu :
Angkatan Kerja (L) = Bekerja (N) +
Tidak Bekerja (U)
|
Bukan angkatan kerja adalah bagian
dari penduduk usia kerja yang tidak mempunyai atau melakukan aktivitas ekonomi
(tidak masuk angkatan kerja). Kelompok ini mencakup penduduk yang bersekolah, mengurus rumah tangga
atau melaksanakan kegiatan lainya (pensiunan, penerima transfer, atau alasan
lain).
3.
Tenaga
Kerja
Tenaga kerja dari istilah “man power” yakni seluruh penduduk yang
dianggap mempunyai potensi untuk bekerja secara produktif (Sisdjiatmo
Kusumosuwidho,2010). Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan, tenaga kerja didefinisikan setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa, baik yang memenuhi kebutuhan
sendiri maupun untuk masyarakat.
4.
Kesempatan
Kerja
Kesempatan kerja mengandung pengertian
lapangan pekerjaan dan kesempatan untuk bekerja, yang ada dari suatu kegiatan
ekonomi (produksi). Kesempatan kerja juga dapat dikatakan sebagai suatu keadaan
dimana terdapat ketersediaan pekerjaan untuk diisi oleh para pencari kerja,
yaitu angkatan kerja. Dengan demikian kesempatan kerja adalah lapangan
pekerjaan yang sudah diduduki dan masih lowong. Sedangkan menurut Sukirno
(2000:68) kesempatan kerja merupakan sebagai suatu keadaan dimana semua pekerja
yang ingin bekerja pada suatu tingkat upah tertentu akan dengan mudah mendapat
pekerjaan.
5.
Pengangguran
Pengangguran adalah masalah makro ekonomi yang mempengaruhi manusia
secara langsung dan merupakan masalah yang paling berat yang akan menyebabkan
penurunan standar kehidupan dan tekanan psikologis (Mankiw, 2007:154).
Konsep pengangguran terbuka yang digunakan BPS terdiri atas: mereka yang
mencari pekerjaan (baik yang belum pernah bekerja maupun yang sudah pernah
bekerja), mereka yang sedang mempersiapkan usaha baru yang ditandai dengan
tindakan nyata seperti mengurus izin usaha misalnya, discourage workers (menyerah
dalam mencari pekerjaan karena tidak kunjung mendapatkannya), serta mereka yang
sudah mendapatkan pekerjaan tetapi belum mulai bekerja dari sejumlah angkatan kerja yang ada.
Menurut sebab terjadinya, pengangguran dapat digolongkan kepada tiga
jenis yaitu:
a.
Pengangguran Friksional, pengangguran yang terjadi karena kesulitan
temporer dalam mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja yang ada.
Kesulitan temporer ini dapat berbentuk sekedar waktu yang diperlukan selama
prosedur pelamaran dan seleksi, atau terjadi karena faktor jarak atau kurangnya
informasi.
b.
Pengangguran Struktural, terjadi karena ada problema dalam struktur
atau komposisi perekonomian. Perubahan struktur yang demikian memerlukan
perubahan dalam keterampilan tenaga kerja yang dibutuhkan sedangkan pihak
pencari kerja tidak mampu menyesuaikan diri dengan ketrampilan baru tersebut.
c.
Pengangguran Musiman, terjadi karena pergantian musim. Di luar
musim panen dan turun ke sawah, banyak orang yang tidak mempunyai kegiatan
ekonomis, mereka hanya sekedar menunggu musim yang baru.
6.
Upah
Upah adalah hak pekerja/buruh yang
diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau
pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu
perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundangundangan, termasuk
tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa
yang telah atau akan dilakukan (Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan).
Sedangkan menurut Sukirno (2006:58), upah diartikan
sebagai Pembiayaan jasa-jasa fisik maupun mental yang disediakan oleh tenaga
kerja kepada para pengusaha. Dengan demikian dalam teori ekonomi tidak
dibedakan antara pembayaran atas jasa-jasa tetap dan profesional dengan
pembayaran atas jasa-jasa pekerja kasar dan tidak tetap.
7.
Teori
Pasar Tenaga Kerja
Bellante (1990) menyatakan bahwa
permintaan tenaga kerja pasar dan penawaran tenaga kerja pasar secara bersama
menentukan suatu tingkat upah keseimbangan dan suatu penggunaan tenaga kerja keseimbangan.
Dalam keseimbangan semua pelaku ekonomi harus melakukan penyesuaian terhadap
keadaan ekonomi sebagaimana adanya. Menurut Mankiw (2003:150), beberapa hal
yang menyebabkan pergeseran kurva permintaan tenaga kerja adalah :
a.
Harga
output, Nilai produk
marjinal adalah produk marjinal dikali harga output perusahaan. Jadi ketika
harga outputnya berubah, nilai produk marjinalnya pun berubah dan kurva
permintaan tenaga kerjanya bergeser.
b.
Perubahan
teknologi, Kemajuan
teknologi akan meningkatkan produk marjinal tenaga kerja yang pada gilirannya
akan meningkatkan permintaan tenaga kerja.
c.
Penawaran
faktor-faktor produksi lainnya, Kuantitas yang tersedia dari suatu faktor produksi dapat berpengaruh
terhadap produk marjinal faktor-faktor produksi lainnya.
II. B. Fenomena Ketenagakerjaan dan
kaitannya dengan aspek lain Indonesia
Fenomena
ketenagakerjaan tidak terlepas dari pengaruh kondisi perekonomian di indonesia.
Untuk dapat melihat hubungan aspek ketenagakerjaan dengan aspek lain khusunya
dalam perekonomian di indonesia akan disajikan dua contoh korelasi data
indikator ekonomi dan ketenagakerjaan sebagai ilustrasi gambaran
ketenagakerjaan di indonesia.
a) Pengangguran
dan inflasi
Dua
tujuan yang ingin dicapai para pembuat kebijakan ekonomi adalah inflasi dan
pengangguran yang rendah, tetapi seting kali kedua tujuan itu bertentangan. Trade off antara inflasi dan
pengangguran dikenal dengan phillips
curve (kurva phillips). Kurva phillips menyatakan ada hubungan yang
bertentangan antara inflasi dan pengangguran dimana penurunan inflasi
menyebabkan peningkatan pengangguran begitu juga sebaliknya. Untuk menguji
teori tersebut apakah berlakudi Indonesia kita lakukan analisis korelasi pada kedua
aspek tersebut.
Tabel
1. Persentase tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan
Inflasi
Indonesia Tahun 2005-2015
Tahun
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
2015
|
TPT (%)
|
11,24
|
10,28
|
9,11
|
8,39
|
7,87
|
7,14
|
7,48
|
6,13
|
6,17
|
5,94
|
6,18
|
Inflasi (%)
|
17,11
|
6,6
|
6,59
|
11,06
|
2,78
|
6,96
|
3,79
|
4,3
|
8,38
|
8,36
|
3,35
|
Sumber
: Badan Pusat Statistik, ditulis ulang oleh penulis
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah oleh penulis
Gambar 3. disamping menunjukkan adanya pertentangan antara konsef kurva phillips dengan kondisi yang terjadi di Indonesia. Data tersebut memperlihatkan hubungan yang positif antara kedua aspek, meskipun hubungan korelasi tidak besar.
b)
Pengangguran dan
kemiskinan
Aspek lain yang juga sering disandingkan
adalah pengangguran dan kemiskinan. Sering kali nilai angka pengangguran
dihubungkan dengan aspek kesejahteraan dan kemiskinan. Meskipun sebenarnya
sudah banyak teori yang membantah hal tersebut khususnya pada negara berkembang
yang tidak memiliki tunjangan pengangguran. Hal ini disebabkan pekerja yang
terserap dalam dunia kerja belum tentu memiliki penghasilan yang mampu
mengangkat taraf hidup mereka. Untuk lebih jelas kita lihat dari data berikut
ini.
Tabel
2. Persentase tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan
Penduduk
Miskin Indonesia Tahun 2005-2015
Tahun
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
2015
|
TPT (%)
|
11,24
|
10,28
|
9,11
|
8,39
|
7,87
|
7,14
|
7,48
|
6,13
|
6,17
|
5,94
|
6,18
|
Miskin (%)
|
16,69
|
17,75
|
16,58
|
15,42
|
14,15
|
13,33
|
12,36
|
11,66
|
11,47
|
10,96
|
11,13
|
Sumber
: Badan Pusat Statistik, ditulis ulang oleh penulis
Gambar
4. Hubungan Korelasi TPT dan kemiskinan
Sumber : Badan Pusat
Statistik, diolah oleh penulis
Fenomena menarik terlihat dari data persentase
TPT dan persentase penduduk miskin Indonesia periode 2005-2015. Berdasarkan
analisis korelasi kedua variabel terlihat hubungan positif yang sangat besar
diantara variabel dengan R2 mencapai 89,18%. Terlihat peniningkatan
TPT diikuti dengan peningkatan penduduk miskin. Akan tetapi harus dilaksanakan
penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah terdapat hubungan sebab akibat
di antara kedua variabel karena analisis korelasi tidak mampu menjelaskan hubungan sebab akibat.
II. C. Kesiapan Ketenagakerjaan Indonesia
Menghadapi Bonus Demografi dan Masyarakat Ekonomi Asean
Ledakan
penduduk usia kerja pada fenomena bonus demografi yang telah berjalan sekitar
satu dekade terakhir memberikan keuntungan ekonomi apabila dapat dimanfaatkan
dengan baik. Peningkatan penawaran tenaga kerja (labor supply) yang besar menjadi permasalahan tersendiri di pasar
tenaga kerja. Bonus demografi yang masih terus berjalan dan baru mencapai
puncaknya sekitar tahun 2020-2030 yang dikenal dengan jendela peluang (the windows of opportunity) akan terus
menambah stok supply tenaga kerja.
Sehingga fenomena ini harus diikuti dengan penyediaan lapangan usaha yang lebih
besar di dalam negeri untuk dapat menampung ledakan penduduk usia produktif
tersebut.
Pemberlakuan
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) seolah menambah beban bonus demografi di
Indonesia. Pelaksanaan MEA memicu serbuan tenaga kerja asing ke Indonesia. Berdasarkan
data BPS selama Januari 2016, sekitar 25 ribu warga negara asing (WNA) masuk ke
Indonesia untuk bekerja di berbagai sektor usaha. Kunjungan wisatawan
mancanegara (wisman) selama Januari 2016 lalu mencapai 814.303 orang. Mereka
terbagi atas tiga jenis kunjungan. Pertama, wisatawan reguler sebanyak 740.570
orang. Kedua, WNA yang masuk melalui Pos Lintas Batas sebanyak 35.741 orang.
Ketiga, yang paling menarik, WNA yang berkunjung ke Indonesia kurang dari
setahun mencapai 37.992 orang. Dari jumlah tersebut, yang tujuannya bekerja
paruh waktu mencapai 25.238 orang. Angka tersebut melonjak 69,3 persen
dibandingkan Januari 2015. Bahkan, jika dibandingkan Desember 2015, jumlahnya
meningkat 73,46 persen.
Kedua
fenomena ini sangat mempengaruhi iklim pasar tenaga kerja di Indonesia.
Pertanyaan yang muncul adalah sejauh mana pemerintah dalam mempersiapkan dan
mengantisipasi kedua fenomena ini. Disatu sisi bonus demografi terus menambah supply penduduk usia kerja yang harus
dipersiapkan kesempatan kerjanya. Belum tuntas pemenuhan kesempatan kerja dari bonus
demografi tersebut pelaksanaan MEA turut menyumbang supply tenaga asing yang siap menyerbu pasar tenaga kerja di
Indonesia. Selanjutnya persaingan dan kompetisi di pasar tenaga kerja akan
terus meningkat dan angkatan kerja yang tidak siap dan tidak berdaya saing akan
tersingkir. Pada akhirnya akan menambah panjang jumlah pengangguran terbuka di
negeri ini. Tingkat pengangguran terbuka yang tinggi dapat menjadi pemicu
terjadinya kemiskinan dan kerawanan sosial. Bonus demografi yang diharapkan
memberikan nilai ekonomis tersebut justru menjadi bumerang yang akan
menimbulkan masalah baru.
Terdapat
beberapa persiapan dan solusi antisipasi yang perlu dipersiapkan dalam
menghadapi dua fenomena besar ini. Solusi dan persiapan tersebut antara lain :
1.
Peningkatan
modal manusia
Peningkatan kualitas sumber
daya manusia adalah upaya meningkatkan kualitas manusia yang menyangkut
pengembangan aktivitas dalam bidang pendidikan dan latihan. Pendidikan
merupakan salah satu sarana dalam mengembangkan kecerdasan, kemampuan,
pengetahuan, soft skill, dan
keterampilan (technical skill)
melalui pendidikan dan pelatihan yang baik.
Pendidikan dan pelatihan tersebut
termasuk kedalam salah satu investasi pada bidang sumber daya manusia, yang
mana investasi tersebut dinamakan dengan Human Capital (teori modal
manusia). Dengan mutu modal manusia yang baik tenaga kerja Indonesia dapat
bersaing dalam pasar tenaga kerja domestik dari gempuran pekerja asing bahkan
mampu bersaing untuk merebut pasar tenaga kerja diluar negeri. Indonesia tidak
lagi mengirimkan tenaga kerja tidak terdidik ke luar negeri melainkan tenaga
kerja profesional yang lebih produktif dan bernilai jual tinggi.
2. Meningkatkan
daya tarik investasi
Selain pasar tenaga kerja, MEA juga memacu pertumbuhan
investasi baik dari luar maupun dalam negeri. Indonesia harus meningkatkan daya
tarik agar pihak investor luar mau berinvestasi di Indonesia yang secara tidak
langsung akan membuka lapangan pekerjaan baru di dalam negeri. Usaha
peningkatan daya tarik bukan berarti penjualan lahan dan sumber daya alam
secara besar-besaran. Akan tetapi lebih kepada peningkatan kualitas birokrasi (good governance) dan peluang industri
kreatif dan padat karya.
I.
PENUTUP
Ketenagakerjaan
merupakan salah satu indikator penting dalam pembangunan. Memahami konsep dan
teori ketenagakerjaan membantu kita dalam melakukan kajian terhadap kondisi ketenagakerjaan
di suatu negara. Perbedaan geografis, Kebijakan, dan perilaku antar negara
menyebabkan teori-teori ketenagakerjaan tidak dapat berlaku secara universal di
seluruh negara. Dengan menggunakan contoh angka pengangguran dan inflasi
Indonesia periode 2005-2015 diperoleh informasi bahwa pola kurva phillips tidak
berlaku di Indonesia.
Adanya
fenomena bonus demografi dan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean adalah
sebuah anugrah dan peluang besar yang dapat dipetik untuk pembangunan dan
kemajuan Indonesia. Akan tetapi peluang besar ini jika tidak dipersiapkan dan
di antisipasi secara tepat dapat menjadi bumerang dalam proses pembangunan ekonomi
Indonesia. Beberapa solusi yang dapat di laksanakan dalam rangka mempersiapkan
Indonesia menghadapi kedua fenomena ini adalah peningkatan modal manusia dan
peningkatan daya tarik investasi.
Jakarta,
21 Oktober 2016
DAFTAR
PUSTAKA
Adioetomo,
Sri Moertiningsih. 2005. Bonus Demografi
Menjelaskah Hubungan Antara Pertumbuhan Penduduk dengan Pertumbuhan Ekonomi.
Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Ekonomi UI.
Adioetomo,
Sri Moertiningsih, Lalu Burhan, Nizam Yunus. 2010. Seratus Tahun Demografi
Indonesia. Mengubah Nasib Menjadi Harapan. BKKBN & LDFEUI.
Ananta, Aris. 1986. Mutu Modal Manusia: Suatu Pemikiran mengenai
Kualitas Penduduk. Jakarta: Lembaga Demografi FEUI.
Bellante,
Don Jackson Mark. 1983. Ekonomi Ketenagakerjaan. Jakarta: FE UI
Brunello,
Giorgio. 1999.Unemployment, Education,
and Earnings Growth.Jurnal Economics Labor. Italy : Padova University.
Dasar-dasar Demografi.
2010. Editor: Sri Moertiningsih Adioetomo & Omas Bulan Rajagukguk. Lembaga
Demografi FE-UI. Edisi Kedua. Salemba Empat.
Harjanto,
Totok. 2014. Pengangguran dan Pembangunan
Nasional. Jurnal Ekonomi Vol 2. Januari-April. Hal 68
Kabaklarli
Esra, Perihan Hazel Er, and Abdul Kadir Bulus. 2011. Economic Determinant of Turkish Youth Unemployment Problem :
Cointegration Analysis. International Conference on Applied Economics. Page
1-8
Mankiw,
Gregory. 2007. Teori Makro Ekonomi; Edisi ke 6. Jakarta: Erlangga
Maryati,
Sri. 2015. Dinamika Pengangguran Terdidik
: Tantangan Menuju Bonus Demografi di Indonesia. Journal of economic &
Economic Education . Vol 3. Hal
(124-136)
Republik
Indonesia. 2003. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Sekretariat Negara. Jakarta.
Saliman.
2005. Dampak Krisis Terhadap
Ketenagakerjaan Indonesia . Jurnal Ekonomi dan Pendidikan Vol 2.
Simanjuntak,
Payaman. 1998. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia; Edisi ke 2. Jakarta:
LPFE UI.
Simanjuntak,
Payaman. J. 2001. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia.
Jakarta
: Lembaga Penerbit Universitas Indonesia.
Sukirno, Sadono. 2006. Pengantar Ekonomi Makro.
Jakarta: PT. Raja Grafindo
Todaro, Michael dan Stephen Smith. 2004. Pembangunan
Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Ke 8. Jakarta:Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar